BELAJAR KREATIFITAS DI IIP

Semenjak bayi baru lahir, si sulung Aisyah, sudah saya kasih jadwal berbahasa. Kebetulan Aisyah lahir saat saya masih kuliah di LIPIA Jakarta. Jadwal dibuat
sedemikian rupa dari kalender bekas dan saya tempel didinding . Hari Senin Selasa Bahasa Inggris, Rabu Kamis Bahasa Arab, Jumat Sabtu Bahasa Indonesia dan hari  Ahad free. 
Lucky, kami sekeluarga pulang kampung ke Payakumbuh saat Aisyah berumur 3 tahun. Saat itu Aisyah belum "gape" ngomong. Dia baru bisa menunjuk menunjuk objek saja. Saya dituduh tak mengajarkan dan mengajarinya ngomong. Iiiiiih ....tak enaknya jadi tertuduh, teman teman... Padahal saya sudah mengajarinya lebih banyak dari anak kebanyakan menurut saya.

Pulang kampung saya masih mengajaknya berbahasa Indonesia, sedangkan orang-orang sekeliling berbahasa Minang. So, I think, I need to change the language. I have to switch. Ganti bahasa dengan bahasa Minang aja. 

Setelah komunikasi dengan bahasa Minang, tak selang berapa lama, saya malah kewalahan melayani perkembangan berbahasanya. Kosakatanya langsung kaya raya, jauh melebihi ekpektasi saya.

Belakangan, semenjak belajar di Ibu Profesional baru saya tahu dengan istilah "bahasa ibu." Si Sulung sudah kadung jadi trial and error, hiks.

Next, saya masih berusaha mengakrabkan duo putri (bahasa halus dari menjejali mungkin) dengan pelajaran Bahasa Inggris di usia balita, seperti dengan vidio, buku cerita, buku buku teks book SD dan berbagai hand out kursus.

Saya mulai meng'hajari' duo putri dengan berbagai teori dari bermacam sumber buku, bahkan termasuk juga tata bahasanya.

Apakah cara saya berhasil? Waallahu a'lam. May be cara saya tidak lah kreatif, walaupun saya telah kerahkan pembelajaran yang fun, easy and joyful. Khawatir juga saya telah banyak membunuh kreatifitas mereka. Astaghfirullahal'aziim.


Anak anak secara fitrah sudah terlahir kreatif, 
kitalah yang harus mengubah diri agar layak 
mendampingi para kreator di jamannya nanti.

Apa yang terjadi setelah saya berhenti meng'hajari? Apa yang terjadi ketika mereka belajar secara mandiri? Apa yang terjadi ketika saya berhenti menggurui dan berperan menjadi fasilitator aja?

Ubah fokus, geser sudut pandang

Justru mereka melesat dan terasa saya tertinggal jauh. Kreatifitas mereka berkembang, kadang diluar nalar saya. Emang kid jaman now ini, hehe. dan keadaan menjadi terbalik, deh. Malah saya yang jadi berguru pada mereka.

Berikut rekaman suara Fathimah dalam presentasi novel famous 5 yang dibacanya. Saya pribadi sebagai ibu, angkat topi dengan kemampuan belajar autodidaknya. Betapa tanpa teman, tanpa klub dan komunitas HS, tanpa pernah tinggal diluar negri, tanpa ikut kursus, serta tinggal di rural area, dia bisa punya pronunciation, dan kemampuan Bahasa Inggris demikian.  Saya aja baru bisa begini saat sudah kuliah, bukan diumur 13 tahun. Abaikan kesalahan grammar yang cuma "dikit"


sumber tulisan

1. Suasana diskusi kreatifitas kelas bersama para fasilitator bunda sayang
2. Sudut pandang pemikiranku tentang kreatifitas.



Tanah Mati, 5 November 2017

Comments

Popular posts from this blog

CIRCLE BERNAS #1

REVIEW JOURNAL #7 ApresiAKSI

TEAM BUILDING