OLEK SYAMILA DIAS

Ada hal-hal kecil yang selalu kami syukuri pada anak-anak kami yang #gasekolah,yang barangkali luput dari perhatian orang banyak. Salah satu contoh adalah ketika “olek aqikah Syamila Dias putri Mina Dina- Oom Asrat.” Mungkin orang menganggapnya hal biasa, tapi luar biasa bagi kami ketika disandingkan dengan anak-anak sekolahan.

Aisyah (mau 13 yo) membantu olek dengan “all out” tanpa pilih-pilih dan tak ada kelihatan sedikitpun rasa enggan, malu, malas ataupun gengsi. Mulai dari jemput ini itu, angkat ini itu, masak kue, hatta mengangkat dan mengangkut bamboo untuk membuat dangau untuk masakpun dia lakoni. 

       Hari H Aisyah berperan melayani tetamu yang keramaiannya hampir menyamai olek baminantu. Olek mulai kira-kira jam 10 pagi sampai berakhir sekitar jam 10 malam. Maklum ini kan olek kampung, bukan pesta di gedung yang hanya beberapa jam saja. Hebatnya, Aisyah menikmati sekali kerepotan itu... Ia cepat merespon dan berinisiatif menambah hidangan yang kurang tanpa disuruh. Belakangan emak baru tau, kalau Aisyah sudah lama mengincar dan menginginkan posisi itu tanpa di underestimate orang dewasa lain, seperti olek yang sudah-sudah. Untung di olek Syamila ini Aisyah mendapat kepercayaan penuh, sehingga dirinya merasa berarti dan grafik pedenya makin meningkat. (Mungkin karena pengaruh tinggi badannya yang dah lebih 160 cm kali ya? he he). Sayang, kali ini Fathimah dan Oim memang tak terlalu banyak terlibat karena lagi demam.

Beberapa hari menjelang olek Aisyah sempat kecewa, lho, karena kata Mina olek ngga pakai parabungan alias cuci mulut kue, tapi diganti dengan buah semangka saja. Padahal Aisyah sudah mengangkat dirinya sendiri untuk menjadi PJ perkuehan karena kegemarannya ngebake dan makan kue,he he. Namun kemudian nenek memberi tahu bahwa beliau telah membeli bahan-bahan kue karena Muhammad juga ngusulin agar ada hidangan kue, bukan diganti semangka.

Maka H-2 Aisyah sudah mempersiapkan dirinya untuk ngebake. But what? Ternyata ketika dia akan mulai mengocok telur, ada satu bahan penting yang sudah dibeli nenek tapi tertinggal di toko grosir. Aisyah sebenarnya mau menjemput naik motor sendiri, tapi  emaknya masih galau melepas Aisyah sendiri naik motor ditengah panas yang sangat terik. Dia mau saja dibilangin agar ngebake diundur saja H-1. Aisyah nyari kesibukan lain, dan akhirnya silaturrahmi dan main ke rumah Uwo Era.

Mengapa mau disandingkan dengan anak sekolahan? Tersebab kakak-kakak dan etek-etek Aisyah yang umurnya beda-beda dikit, semuanya sekolah. Mereka membantu dengan malu-malu, bahkan ada yang enggan datang kecuali ba’da isya ketika olek nyaris usai.

Para gadis praremaja dan remaja itu hanya berani datang sampai ke rumah Ninda sebelah, lalu duduk-duduk dan bercanda-canda disana. Untuk mencicipi hidanganpun mereka minta tolong diambilkan dan diantarkan oleh ibu, mama dan bunda masing-masing ke rumah ninda, atau ada yang dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Orang menganggap itu hal biasa, anak malu-malu ngga jelas, sehingga ada sikap permisif dari orang tua, dan mengabaikan saja sikap anak-anak tersebut. Padahal itu adalah proses pembentukan karakter atau akhlak beyond adab lho--"Dermawan, suka menolong dan gotong royong". Karakter atau akhlak tak bisa tertanam begitu saja tanpa ada pembiasaan apalagi minim keteladanan. Wallahua'lam


                                                                                                                   Tanah Mati, 20 April 2015

Comments

Popular posts from this blog

CIRCLE BERNAS #1

REVIEW JOURNAL #7 ApresiAKSI

TEAM BUILDING