MENCARI TEMAN

Perumpamaan teman yang baik dengan yang buruk itu
seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi.
 Berteman dengan penjual minyak  akan membuatmu harum
karena kamu bisa memebeli miyak wangi darinya
atau sekurang-kurangnya mencium harum minyak wanginya.
Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu,
atau kamu hanya akan mendapatkan bau tak sedap (H.R. Bukhari & Muslim)

Persahabatan bagai kepompong
yang mengubah ulat menjadi kupu-kupu 
(lirik lagu)


Taqiya, Fahrel dan Luthi merupakan teman satu gank karena mereka sama-sama menyukai film kartun, sama-sama suka bercerita dan "talk active". Tassya dan Aisyah berteman akrab karena sama-sama murid lama di An Nahl, dan merasa senasib sepenanggungan. Salwa dan Hamas sama-sama sportif, bicara blak-blakan, dan tampil apa adanya, mereka sering terlihat saling tolong-menolong dalam banyak hal seperti mengerjakan jurnal, menyesaikan tugas-tugas bermain di sentra, berbagi makanan, saling meminjamkan alat tulis dan lain lain. Rahmat dan Khairani juga berteman akrab karena sama-sama lembut, dan sama-sama menanti jemputan siang. Puja, Puji, Riri dan Aisyah Ceria juga merupakan teman satu group karena sama-sama suka "adventure", doyan makan dan suka jajan.

Kecendrungan memilih teman sudah mulai terlihat semenjak usia dini. Teman sehobi, teman seprofesi, teman sekufu, teman sejati atau teman belahan jiwa.

Saya teringat semasa sibuk-sibuk kuliah direntang tahun '94-'97 terutama ketika mengambil mata kuliah "Writing I-IV, Syntax, Linguistics, Semantics, Research, Drama, Psycholinguitics, Language Testing (mata kuliah yang bermateri berat), buaaanyak sekali teman saya. Rasanya waktu itu saya 'happy' sekali punya banyak teman. Setiap hari tempat kos saya selalu ramai didatangi teman-teman kuliah untuk bertanya mata kuliah, berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas kelompok. Sering juga ada yang menginap untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah atau belajar bersama menjelang detik-detik ujian semester.

Saya juga sering berbagi makan siang dengan teman-teman yang datang. Entah mengapa mama membekali saya dengan "periuk masak nasi" yang besar kala memulai perantauan. "Biar kalau kami datang menjenguk, kamu punya periuk untuk memasak banyak, begitu beliau beralasan waktu itu. Kenyataannya beliau tak pernah datang menjenguk dan makan dari masakan periuk itu kecuali ketika saya wisuda. 

Namun apa yang terjadi setelah PL (Praktek Lapangan)?Ketika kelas dibagi untuk jalur Thesis dan Makalah, ketika mata kuliah sudah hampir habis, teman-teman saya itu raib semua. Sepi... Seakan saya tak punya teman sama sekali. Seakan mereka tidak kenal saya lagi. Hiks..hiks...

Hubungan antara wali murid guru ketika anak-anaknya sekolah di suatu lembaga terlihat sangat akrab. Penuh sapaan hangat dan senyum cerah. Wali murid sering bertanya tentang perkembangan anak-anaknya, bercerita tentang capaian prestasi-prestasinya, atau berdiskusi tentang cara menghadapi anak-anaknya yang "nakal" atau anaknya yang tiba-tiba tantrum dan seterusnya. Namun tatkala anaknya sudah menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, hubungan akrabpun perlahan memudar, dan tak lama berselang hubunganpun mengalami tutup usia.

Sekelompok manusia dalam suatu lembaga atau organisasi, boleh jadi terlihat hubungan yang akrab, saling dukung, bahu membahu dan solid. Namun tatkala bertabrakan dengan kepentingan yang berbeda, terjadi saling jegal, saling hantam, saling sikut dan ingin menang sendiri. sering terjadi bahwa satu pihak terpaksa harus mengundurkan diri dari lembaga atau organisasi tersebut.

Itulah pertemanan yang didasari oleh sebuah kepentingan. Kepentingan untuk lulus mata kuliah, kepentingan untuk mendapatkan perhatian dari sekolah, kepentingan untuk beroleh sesuatu yang menguntungkan dari sebuah lembaga/organisasi, dan seterusnya. Setelah mendapatkan keuntungan dari hubungan pertemanan tersebut atau ketika kepentingan dan kebutuhan sudah terpenuhi maka hubungan pertemanan menjadi terputus.

Tempat tertinggi untuk sebuah persahabatan sejati adalah itsar, yakni mendahulukan saudara daripada diri sendiri. Pertemanan seperti yang saya alami waktu kuliah tersebut tidak akan melahirkan sifat itsar dan pengorbanan. Biasanya pertemanan jenis ini akan langgeng selama kepentingan masih ada. Jika tujuan pertemanan sudah diraih maka pertemananpun akan berakhir, karena dipandang tidak ada manfaat  yang diperoleh.

Tentu pertemanan seperti ini tidak akan membawa kemenangan bagi ummat, dan tidak pula memperoleh keridhoan dari Allah Ta’ala. Bahkan bisa menimbulkan sifat egois yang pribadinya berpeluang untuk mudah diadu domba. Tidak ada solusi yang paling tepat selain mendasari hubungan pertemanan karena Allah Ta’ala dalam balutan Ukhuwwah Islamiah yang dimulai dari saling ta’aruf, tafahum, ta’awun dan takaful menuju kesatuan ummat demi kemenangan nan gemilang. Allahu a’lam.




_______________

Tanah Mati, 15 Maret 2012
Betty Arianti

Comments

Popular posts from this blog

CIRCLE BERNAS #1

REVIEW JOURNAL #7 ApresiAKSI

TEAM BUILDING