IBU GURU NOMOR SATU


Seringkali ibu-ibu yang mengantarkan anaknya untuk ikut berbagai kursus atau les mata pelajaran disekolah dengan saya mengeluh, kalau anak-anak mereka tidak mau belajar dengan ibunya,"Banyak tingkah polahnya kalau belajar dengan saya,"begitu akunya.
Sebenarnya saya kurang begitu yakin dengan ungkapan ibu-ibu tersebut. Jangan-jangan itu hanya mitos yang telah diucapkan para ibu secara turun temurun. Biasanya untuk ibu-ibu yang dekat dengan saya, atau ibu-ibu yang saya bisa berdialog dengan mereka, atau ia punya aura keinginan untuk belajar atau membaca, saya larang ia untuk me"les"kan anaknya dengan saya (aneh ya! bukannya ingin anak lesnya banyak). Saya ulas mereka dengan pengertian, saya bagi pengetahuan bagaimana cara mengajarkannya kepada anak- walau yang saya punya juga tak seberapa- atau saya pinjamkan buku-buku penunjang terkait. Dan yang lebih istimewa adalah bahwa, pahala mengajarkan anak sendiri dengan ilmu yang bermanfaat akan diperoleh sang ibu sendiri, bukan orang lain.

Bagaimana para ibu bisa berprasangka dan mengambil kesimpulan bahwa anaknya tidak mau belajar dengannya, sedangkan ibu adalah orang yang paling dekat dan paling mengerti dengan anaknya? Betapa tidak, dialah yang mengandung dan membawa anaknya kemanapun pergi selam 9 bulan, ditambah dengan dua tahun dalam dekapan. Bukankah itu adalah modal yang cukup bagi ibu untuk meyakini bahwa dialah orang yang paling dekat dan paling memahami keinginan sang anak? Ibu akan lebih tahu cara terbaik untuk mengajari anaknya. Lebih daripada itu ibu adalah orang paling ingin anaknya menjadi pandai.
Kalau seorang ibu meyakini bahwa ia bisa mengajari anaknya, maka usaha seorang ibu untuk memandaikan anaknya akan jauh lebih besar dibanding gurunya. Selanjutnya ibu adalah orang yang paling lama berada dekat anaknya, sehingga setiap saat bisa menjawab dan menjelaskan berbagai pertanyaan anaknya, kenapa begini, mengapa begitu, entah itu sedang memasak, sedang mencuci, sedang berkebun, membersihkan halaman dan sebagainya.
Jadi ketika sang anak tak mau diajari oleh ibunya, jangan buru-buru menyalahkan anak dulu. Alangkah bijaknya kalau kita sebagai orang tua introspeksi diri. Mungkin kita yang kurang sabar dalam menghadapi anak, mungkin kita agak malas, mungkin kita yang tak mau belajar lagi, mungkin kita beralasan sibuk, tak sempat dan tak punya waktu, atau mungkin kita terlalu berambisi? Nah, para ibu selamat menjadi guru terbaik bagi putra-putri tercinta!



Tanah Mati, 31 Mei 2011

Comments

Popular posts from this blog

CIRCLE BERNAS #1

REVIEW JOURNAL #7 ApresiAKSI

TEAM BUILDING