Awal tahun 2000-an bumi pertiwi melahirkan seorang anak dalam jenjang pendidikan lagi yang diberi nama PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang terdiri dari tiga anak kembar Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS), setelah lebih dari 6 dekade mempunyai anak bungsu bernama Taman Kanak-Kanak. Taman Kanak-Kanak (TK) yang sudah lama menjadi anak bungsu, alias tidak punya adik, tiba-tiba harus menjadi seorang kakak. Kehadiran seorang adik—kalau orang Minang bilang namanya “buah solek”*—yang tidak begitu diharapkan TK, kerapkali masih sulit ia terima. Kecemasan akan kalah bersaing dengan sang adik, atau kekurangan kasih sayang dari sang bunda, terasa susah untuk ia tepis. Ia yang selama ini sudah berhasil mendidik jutaan anak negeri terkadang menimbulkan sikap angkuh dan sombong karena merasa sudah besar, berpengalaman, berprestasi dan sebagainya.