HARI-HARI TANPA AYAH DAN UMMI
“ Mereka semua tidak ada menyusahkan kami. Mereka bisa mengurus diri
mereka sendiri. Kami tetap bekerja seperti biasa setiap hari. Kami pergi ba’da
subuh dan pulang hampir menjelang maghrib. Kami menemani mereka malam hari saja.
Uni Aisyah (12 th) dan kak Fathimah (10 th) bisa mengurus adik bungsu mereka Abdurrohiim (4 th).Mereka juga mampu melatih kemandirian Abdurrohiim. Mereka bertiga juga bisa bekerjasama dengan baik ” Begitulah yang dibilang Atuk dan Nenek kepada teman-teman Ummi. Nenek dan
Atuk tidak cerita ke Ummi (biasalah orang tua dulu memang susah untuk
sekedar mengangkat jempol yach, tapi syukurlah mereka masih mengakui
dibelakang layar he he.)
Alhamdulillah, Ayah dan Ummi petik juga buah kemandirian yang telah
ditanam penuh kesungguhan (ce ile sok merasa berjasa, padahal emang
anak-anak lho yang sangat pengertian). Terdasar firman Allah dalam QS 17:24
bahwa ummi tak dapat berharap banyak pada anak-anak, bila ummi tidak mendidik
anak-anak sebagaimana mestinya“Dan rendahkanlah dirimu terhadap
keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “ Wahai Tuhanku! Sayangilah
keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Berapa
lama waktu yang dibutuhkan agar anak-anak bisa bertanggung jawab? Yang jelas
jawabannya bukanlah “SEBENTAR”. Ummi membutuhkan waktu dalam bilangan
tahun agar anak-anak bisa bertanggung jawab mengerjakan hal-hal yang sudah
menjadi pilihannya.
Lebih
kurang 4
tahun yang lalu kami (ummi, Aisyah dan Fathimah) membuat fakta kesepakatan (Memorandum of Understanding). Melalui diskusi, kami membuat list, pekerjaan rumah yang mesti
dikerjakan.
- Memasak
- Mencuci Piring
- Mencuci pakaian
- Mengangkat Jemuran
- Melipat Pakaian
- Menyetrika
- Menyapu Rumah
- Mengepel
- Menyapu Halaman
- Menjaga Adik Dll
- Memasak
- Mencuci Piring
- Mencuci pakaian
- Mengangkat Jemuran
- Melipat Pakaian
- Menyetrika
- Menyapu Rumah
- Mengepel
- Menyapu Halaman
- Menjaga Adik Dll
Dengan penuh perjuangan Ummi (pribadi) selalu berperang melawan penyakit emosi akut Ummi agar tidak kambuh. Penyakit yang kata orang Minang disebut 4 P (Pamberang, Parabo, Paibo, jo Panangih). Menahan emosi yang sering meledak-ledak agar tidak tumpah ruah, merupakan sensasi tersendiri, dimana dengan hanya menahan emosi saja surga bisa diperoleh. La taghdhab walakal jannah; jangan marah dan bagimu surga (HR Bukhari Muslim). Ummi mempersilakan anak-anak memilih pekerjaan yang mereka sukai, dan akan dikerjakan setiap hari dengan sukarela dan penuh tanggung jawab. Waktu itu Aisyah memilih untuk mencuci piring, dan Fathimah memilih untuk menyapu dan beres-beres. Kami menuliskannya disebuah kertas, dan menempelnya di dinding.
Ummi juga
berlatih keras mempertahankan rasa tega. Tega melihat tumpukan piring kotor
yang belum juga dicuci. Menahan diri untuk tidak mengerjakannnya saja sendiri,
walaupun itu sangat memungkinkan.Tega melihat rumah yang
belum juga dibersihkan. Berjuang sabar menunggu sang penanggung jawab beraksi mengerjakan
tugasnya. Ummi mesti selalu ingat untuk senantiasa memberi
kesempatan dan menyediakan ruang bagi anak-anak untuk mencoba dan mempraktekkan
keterampilan hidup, karena
itu
adalah sebuah keniscayaan tersebab
anak
tidak akan selamanya ada bersama ummi
dan ayah.
Ada sebuah kata-kata bijak yang membuat
ummi selalu berusaha mempertahan rasa tega, “Janganlah kamu
memanjakan anak hari ini, untuk menyiksa dan memenjarakannya dikemudian hari”.
Begitu
juga dengan Aisyah dan Fathimah, jatuh bangun melawan rasa malas dan penyakit
menunda-nunda. Berusaha mengalahkan ego kala waktu bertanggung jawab
bertabrakan dengan keinginan untuk bermain atau kesenangan yang lain.
Finally, Alhamdulillah rasa bertanggung
jawab dan konsistensi
mereka patut mendapat acungan jempol. Mereka sudah melakukan pekerjaan tersebut
dengan senang hati, tidak mengomel dan insyaAllah ikhlas. Bahkan mereka akan
merasa bersalah dan kadang merasa tersinggung
kala pekerjaan tersebut diambil
alih oleh Ummi.
Selanjutnya
tanggung jawabpun bertambah, kami (Ummi, Aisyah,Fathimah) bergantian secara
bulanan menjabat sebagai manager keuangan keluarga, memperhitungkan uang masuk
dan keluar dalam keluarga, menimbang kebutuhan wajib, sunat dan mubah, serta
mencatatnya dalam buku keuangan. Alhamdulillah anak-anak belajar buanyak
hal dengan jabatan ini, ikut memikirkan bagaimana bisa meningkatkan pemasukan,
menghemat pengeluaran, mengalokasikan dana ZIS (zakat infak sedekah), serta
menyediakan dana untuk tabungan, dan lain-lain. Anak-anak bahkan sering menegur
ummi yang kebablasan, hiks.
Kewajiban
belanja kebutuhan sehari-hari juga bukan hanya tanggung jawab ummi, tapi
anak-anak juga mendapat giliran. Mencatat list belanja kemudian belanja
ke supermarket atau ke pasar tradisonal atau hanya ke warung dekat rumah.
Belakangan
memasak juga bergiliran (dasar ummi mau cari enak yach, xixixi) .
Melalui meeting jadwal disepakati, ditulis dan ditempel didinding. Tak
ketinggalan bahkan Ayah dan Abdurrohiim juga dapat jatah gilir.
Kemandirian dan tanggung
jawab belajar anak-anak yang berhubungan dengan kognitif juga telah beroleh
porsi. Mereka bisa belajar dengan tulus ikhlas tanpa disuruh dan diperintah.
Menyusun sendiri menu pelajaran wajib dan pelajaran pilihan, selanjutnya
mengevaluasi di tabel bintang yang juga sudah disusunnya perbulan. Mereka bisa aware
dengan jadwal kursus dan minta tolong Atuk untuk mengantar, Alhamdulillah.
Yang tak kalah
penting adalah tanggung jawab pada sang Khalik. Lagi-lagi melaksanakan
ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh, seperti shalat, tilawah Alqur’an, murojaah
hafalan dan seterusnya, dengan penuh kesungguhan, insyaAllah. Tak berharap
teguran karena memang tak ada yang akan menegur kala ayah ummi tak ada.
Demikian,
persiapan 40 hari meninggalkan anak-anak demi memenuhi undangan Allah ke tanah
suci, sungguh merupakan perjuangan yang panjang. Salah satu syarat jatuh
wajibnya menunaikan ibadah haji adalah mukallaf, mampu dari segi moril,
materil, jasmani, rohani, kesehatan, keilmuan, dan bagi ummi ditambah mampu
meninggalkan anak-anak dan anak-anak mampu ditinggalkan.
Mampu memberikan
kepercayaan penuh pada anak-anak untuk melakukan semua hal selama ditinggalkan
sungguh merupakan perjuangan yang lain.Mempertebal rasa TEGA menjadi
berlipat-lipat, dan terakhir menggantungkan semua urusan pada yang Maha
Menggenggam urusan dan bertawakkal penuh padaNya.
Wallahua’lam.
Tanah
Mati, 31 Januari 2015
Subahanallah sekali perjuangannya ya ummi Betty, terharu bacanya dan jadi kepengen belajar banyak sama ummi betty nii...
ReplyDeleteMakasih udah mampir, yuuk mari sama sama belajar
ReplyDelete