PENGALIRAN EMOSI
PENGALIRAN
EMOSI
Ibu
Hendra termasuk ibu yang santai. Kehadiran anak kelima sama sekali tak
membuatnya merasa terbebani baik secara fisik maupun secara mental. Pokoknya
semuanya aman saja begitu prinsipnya. Bahkan sekolahpun ia hampir tak pernah
libur. Hari Sabtu masih sekolah, hari Minggu melahirkan. Belum genap anaknya
berumur sebulan ia sudah masuk sekolah lagi. Walaupun tidak ada tuntutan dari
pihak sekolah untuk ia segera masuk sekolah kembali. Rasa tanggung jawabnya
yang begitu tinggi membuatnya tak betah untuk berlama-lama mengambil masa cuti.
Jarak sekolah yang jauh dari
tempat
tinggalnya tidak menghalangi niatnya
untuk terus berkontribusi, memberikan yang terbaik yang ia punya. Jangan ditanya panas atau hujan, semangatnya
tak kan terbendung oleh cuaca. Bahkan sakitpun kan membuatnya sehat kalau sudah
tiba di sekolah.
Lantas
apa pengaruhnya dengan Rohima anaknya? Subhanallah!! Anaknya anteng sekali,
sehat dan gampang tersenyum, tak banyak ulah dan tingkah, tak rewel dan tak
suka menangis. Emosi ibunya yang santai, dan tak merasa terbebani mangalir
otomatis pada sang anak.
Semenjak
hamil ibu Taufik sudah merasa stress, kehadiran anak ketiga serasa akan sangat
membebani. Sering pusing dan panik tak menentu
membuatnya harus minta izin lebih sering di sekolah. Masa cuti sebelum
dan pasca melahirkan juga terpaksa ia ambil lebih panjang. Berulang kali ia
minta berhenti mengajar karena merasa berat hati lantaran sering libur, dan
merasa tidak sanggup menjalani tugas-tugas yang terasa semakin berat. Untunglah
pihak sekolah tak mengizinkannya untuk
berhenti karena masalah tersebut muncul hanya karena masalah emosi yang belum
stabil dan insya Allah bisa diminimalisir dengan manajemen hati dan latihan
pengendalian diri dan emosi.
Lalu
apa pula pengaruhnya pada Nafisa sang anak? Nafisa cendrung lebih rewel dari
Rohima. Ia maunya digendong mamanya terus. Agak susah beradaptasi dengan orang
baru dan lingkungan baru.
Lain
lagi dengan Bu Syukri yang mempunyai anak empat yang semuanya laki-laki. Bu
syukri yang PNS yang sudah menyandang prediket sebagai guru bersertifikasi,
tentu harus mengemban tugas-tugas yang lebih berat. Jumlah jam mengajar yang
padat memaksanya untuk berada di sekolah lebih lama. Belum lagi persiapan
mengajar seperti penulisan Rancangan Pengajaran, pembuatan media pengajaran,
pembuatan soal-soal, analisis ulangan, remedial teaching, dan segala
pernak-pernik yang lain yang menyita banyak waktu dan perhatian. Pulang sekolah
di sore hari tentu badan dan fikiran sudah demikian penatnya. Apalagi kalau
dirumah disambut dengan rumah yang berantakan, sikecil yang menangis minta
perhatian, tudung saji yang kosong menu, piring kotor yang menumpuk. Waahh
lengkap sudah penderitaan bu Syukri. Tak ada hal lain yang diinginkan Bu Syukri
saat itu kecuali istirahat, masuk kamar, dan menguncinya, seraya berteriak
“Maaf Nak! Ibu capeek sekali, harap kalian maklum ya, ibu perlu istirahat!”.
Tak dihiraukannya segala kekacauan yang terjadi diluar kamar.
Apa
yang terjadi diluar kamar? Apakah anak-anak maklum dengan segala kepenatan
ibunya? Yang terjadi malah kekacauan semakin memuncak, tangisan dan teriakan
anak-anak semakin keras. Itulah emosi ibu yang tinggi yang berbaur dengan
kepenatan yang tiada tara, langsung mengalir kepada anak-anak. Disadari atau
tidak hal tersebut akan tercatat didalam memori anak, bahwa kalau capek, ia
boleh marah, bermuka masam, tak peduli dengan lingkungan sekitar, dan
seterusnya. Balasan serupa kan diperoleh orang tua kelak ketika anak sudah
dewasa. Ketika sang anak sedang sibuk, banyak pekerjaan dan capek lalu ibu
bertanya, maka anak bisa menjawab, “Ibu bisa diam tidak, saya lagi capek!” Duh!
Mungkin sakit hati tak kan terkira saat itu, padahal dulu ibulah yang menamkan
sikap tersebut pada anaknya.
Tatkala
lelah mendera, stress melanda, sangat penting bagi ibu untuk mengelola diri
agar jangan sampai terbawa emosi. Sebab
emosi bisa mengalir dan menular pada anak. Menurut Daniel Goleman didalam otak
manusia terdapat saraf-saraf cermin (mirror neuron) yang dapat memantulkan
aktivitas sel otak orang lain, sehingga tanpa disadari manusia akan saling
menyalin ekspresi wajah, pola nafas, dan gerakan tubuh orang lain. Semoga, kita
para ibu, dapat selalu tersenyum dan selalu bersikap ramah dalam kondisi apapun, serta aura kebahagiaan
selalu terpancar dari wajah kita sehingga anak-anak selalu merasa nyaman dengan
kita, ibunya. Akhirnya anak akan mempunyai konsep dalam dirinya bahwa ibu
adalah sosok yang menyenangkan dalam situasi apapun. Hubungan ibu dan anak pun
akan terjalin indah dan mesra. Semoga!. Allahua’lam. Betty A
Comments
Post a Comment